Ibu muda temani anaknya menyelesaikan 7 Puncak Indonesia

Adalah Gita Anggraini, ibu muda karyawan BUMN di Jambi ini berhasil mewujudkan dan mengantarkan anak perempuan nya menyelesaikan pendaki tujuh puncak tertinggi di tujuh pulau/kepulauan besar Indonesia, dan sekaligus membuat dirinya juga berhasil mendaki ke 7 puncak tersebut. Mereka memulai debut sirkuit 7 Summits Indonesia ini pada 18 Apr 2018 dengan menjejakan kakinya di puncak Gunung Binaya. Dan mengakhirinya di Puncak Dewi Anjani Gunung Rinjani pada tanggal 15 November 2019. Namun sayangnya saat mendaki puncak Carstenzs Gita harus mendaki terpisah dengan anaknya karena kondisi anaknya yang tidak sehat.

Di Carstensz, kami mengalami kendala teknis karena sepatu saya rusak sehingga harus meminjam sepatu salah satu guide (om Agi). Shafa juga sempat kedinginan dan batuk-batuk hingga muntah karena udara yang sangat kering. Selain itu, melalui telepon satelit kami mendapatkan informasi dari Jakarta kalau cuaca beberapa hari ke depan akan kurang kondusif. Informasi yang kami terima akan terjadi hujan air, es, dan salju di keesokan hari.” Ujar Gita saat memulai menceritakan pendakiannya di Carstenzs

“Di hari pertama tanggal 24 Juli 2019, kami tetap mencoba summit pada pukul lima pagi. Tetapi baru beberapa puluh meter kami harus kembali karena kondisi Shafa yang terus menerus batuk dan juga hujan es yang tidak berhenti. Kondisi cuaca dari titik awal pendakian sudah tidak kondusif.” Lanjutnya lagi.

Pada pukul tujuh, cuaca tiba-tiba cerah. Karena mempertimbangkan waktu dan prakiraan cuaca beberapa hari ke depan, maka saya dijadwalkan summit lebih dulu. Pertimbangan lainnya, supaya di hari berikutnya beban guide akan lebih mudah karena hanya meng-handle Shafa (dengan catatan kondisi fisik Shafa sudah membaik). Saya berangkat pukul delapan dari Yellow Valley. Di hari kedua, tanggal 25 Juli 2019, kondisi Shafa sudah memungkinkan untuk summit. Shafa mulai summit sejak pukul empat pagi dengan ditemani kedua guide. Keputusan guide sangat tepat dengan mengatur kami summit terpisah. Selama pendakian di hari kedua itu, kondisi cuaca persis seperti informasi prakiraan yang kami dapatkan; hujan air, es, dan salju yang membuat pendakian menjadi lebih sulit.” Ujar Gita.

Sebenarnya pendakian ke Carstenzs pada bulan Juli 2019 ini adalah usaha pendakian mereka yang kedua, dan berhasil di pendakian kedua ini. Pendakian pertama mereka gagal, yaitu pada tanggal 21 Maret 2019. Pada pendakian pertama ini mereka menggunakan Helikopter dari Timika lansung menuju Yellow Valley namun sesuatu terjadi;

“Kami batalkan summit di bulan Maret karena salah satu guide terkena AMS dan dievakuasi ke Timika. Kami sudah sampai di Yellow Valley dan sempat menunggu selama dua hari tetapi guide belum dapat kembali ke Yellow Valley karena kondisinya belum membaik. Karena keterbatasan guide dan mempertimbangkan keselamatan, maka kami batalkan summit.” Cerita Gita mengenai pecobaan pertamanya yang gagal dan kemudian mereka kembali ke Jambi. Barulah percobaan pendakian kedua dengan mendaki lewat Tembagapura mereka berhasil meskipun berbeda hari sampai di puncak.

Gita mengaku mendaki gunung sudah digelutinya dari SMA dengan bergabung dengan PLATALAM SMU 34 yang merupakan kelopok pecinta alam di SMA nya. Kegiatan ini terus ditekuninya setelah bekerja dengan hingga sekarang dengan bergabung di komunitas pendaki gunung.

 “Konsep The Seven Summits of Indonesia ini sangat bagus karena tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Penyebaran lokasi tersebut dapat memacu para pendaki untuk mengeksplorasi alam dan mengenal budaya Indonesia yang beraneka ragam. Pendakian juga menjadi bervariasi karena pendaki dapat mendapatkan pengalaman mendaki di kontur dan habitat alam yang berbeda.”

“Selain itu, The Seven Summits of Indonesia dapat membuka jalur pariwisata untuk wisatawan domestik dan mancanegara yang pada akhirnya dapat menggerakkan ekonomi setempat. Saya tertarik mendaki tujuh puncak itu karena merasa tertantang dan didorong rasa penasaran. Saya ingin merasakan pengalaman mendaki di wilayah-wilayah yang berbeda dan mengenal budaya masyarakat sekitar. Melalui ekspedisi seven summits ini saya jadi berkenalan dan mendapatkan saudara di tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya.”

“Saya juga merasa tertantang untuk dapat menemani anak saya meraih mimpinya. Menurut kami, ekspedisi ini terhitung sulit untuk dijalani karena membutuhkan komitmen yang tinggi. Tetapi dengan menjalani prosesnya maka kami akan mendapatkan banyak hal, selain karena kami bisa traveling bersama-sama, juga sekaligus dapat melatih kemandirian dan tanggung jawab.”  Demikian penjelasan Gita saat ditanya mengenai pendapatnya tentang konsep 7 Summits Indonesia ini.

Berdasarkan pengalamannya Gita pun menyarakan kepada para pendaki yang akan dan sedang berupaya mendaki ke 7 puncak tersebut agar para pendaki dapat mempersiapkan fisik sebaik-baiknya dengan olahraga dan latihan yang cukup. Selain itu, untuk beberapa hal krusial agar disiapkan dengan sedetail mungkin seperti pengaturan logistik, trek pendakian, serta mencari guide dan porter yang terpercaya.

Terakhir saat ditanyakan gunung mana yang paling berkesan bagi dirinya diantara ke 7 gunung tersebut Gita menjawabnya,

Yang paling berkesan adalah puncak Carstensz karena kami sempat gagal summit di Maret 2019. Saat itu saya harus me-manage kondisi mental anak saya karena dia terlihat sangat kecewa. Di sana kami banyak melakukan sharing. Support kami dapatkan tidak hanya dari para guide tetapi juga dari beberapa pendaki lain dari mancanegara yang saat itu berada di Yellow Valley. Kegagalan di Carstensz membuat kami belajar banyak hal, tidak hanya belajar mengenai teknis pendakian tetapi juga belajar melatih mental untuk bersabar dan tidak mudah menyerah.”

Mereka berdua nyaris memecahkan rekor baru dalam sirkuit 7 Summits Indonesia ini yaitu pendaki pertama Ibu dan Anak, namun nasip berkata lain. Meskipun begitu prestasi dan usaha mereka berdua semoga bisa menginspirasi pendaki lainnya.